Iklan

Karya

Pesan-pesan

Saturday, 16 June 2012

Lemak Perut, Mengatur Sistem Imun Tubuh

Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk berubah menjadi berbagai jenis sel khusus.

Kalau biasanya kita mengeluh dengan timbunan lemak di perut, nampaknya mulai sekarang kita harus bersyukur memiliki lemak di perut.

Pasalnya, para ilmuwan asal Amerika Serikat menemukan bahwa lemak di perut dapat membantu mengatur sistem kekebalan tubuh.

Menurut para peneliti, temuan mereka dapat membantu mengembangkan jenis obat baru untuk pasien yang menjalani transplantasi organ dan jaringan, serta mereka yang menderita penyakit autoimun, seperti lupus. Gangguan autoimun adalah kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri.
Diterbitkan pada jurnal PLoS ONE, penulis penelitian, Makio Iwashima, Profesor dari Departemen Mikrobiologi dan Imunologi di Loyola University Chicago Stritch School of Medicine, mengatakan bahwa para ilmuwan memiliki bukti bahwa omentum bukan hanya lemak. Omentum adalah selaput yang melapisi rongga abdomen dan meliputi sebagian besar organ-organnya.

Tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Iwashima mempelajari pengaruh dari
interaksi sel lemak perut dan T-limfosit pada tikus. T-limfosit adalah
penghalang imun pertama sebelum terjadinya infeksi, sel ini mampu
mengidentifikasi, menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, serta
agen infeksi lainnya.

Biasanya, T-limfosit memperbanyak diri untuk menangkal infeksi, dan
memproduksi antibodi. Namun, ketika peneliti mencoba menggabungkan sel-sel lemak perut dengan T-limfosit yang telah diaktifkan, T-limfosit tidak meningkat jumlahnya, seperti yang seharusnya dilakukan, melainkan mati.

Ini berarti bahwa sel omentum mengeluarkan zat yang menekan sistem
kekebalan tubuh. Temuan ini dapat berfungsi untuk menciptakan obat
baru yang dapat mengurangi sistem kekebalan tubuh dengan minimnya efek samping, dibandingkan obat imunosupresif yang digunakan saat ini.
Obat tersebut dapat digunakan untuk mencegah penolakan pasien, yang telah menjalani transplantasi paru-paru. Profesor Iwashima menunjukkan bahwa selain kemampuan untuk mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, omentum juga memainkan peran penting dalam regenerasi jaringan yang rusak.
Karena, omentum berisi sel batang mesenchymal yang terhubung ke tempat luka dan membantu dalam memperbaiki jaringan. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk berubah menjadi berbagai jenis sel khusus.

Dalam studi mereka, para peneliti menunjukkan bahwa kultur sel omentum dapat diubah menjadi sel paru-paru, serta menjadi sel-sel tulang. Dr. Iwashima percaya bahwa lemak perut bisa menjadi sumber sel-sel khusus untuk pengobatan dan perbaikan jaringan organ yang berbeda.

Sumber 

Tes Sistem Imun untuk Tahu Risiko Kematian Dini

Sebagian besar kematian dini disebabkan oleh penyakit. Untuk itu penelitian terbaru mengembangkan tes mengukur sistem kekebalan tubuh yang bisa mengidentifikasi risiko kematian dini.

Para peneliti dari Mayo Clinic mengukur aktivitas sistem kekebalan tubuh melalui tes darah untuk mengetahui apakah seseorang berisiko mengalami kematian di usia dini.

Studi yang melibatkan 15.859 warga Minnesota yang berusia 50 tahun yang dipublikasikan dalam jurnal Mayo Clinic Proceedings menunjukkan hubungan tingkat tinggi dari free lights chain memicu kematian dini pada kelompok orang yang diketahui tidak memiliki gangguan darah.

"Normalnya light chains akan mengikat apa yang disebut dengan heavy chain untuk membentuk antibodi dan melawan infeksi," ujar Vincent Rajkumar, MD ahli hematologi di Mayo Clinic, Rochester, Minnesota, seperti dikutip dari HealthDay, Jumat (8/6/2012).

Rajkumar menuturkan kehadiran rantai ringan yang tidak terikat atau bebas ini telah lama dikenal sebagai sinyal bahwa sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi sebagaimana mestinya, baik akibat adanya peradangan, infeksi atau keduanya.

Beberapa studi menunjukkan peningkatan rantai bebas ini telah diamati pada orang dengan disfungsi ginjal serta gangguan autoimun seperti rheumatoid arthritis dan penyakit lupus.

Untuk itu peneliti mengungkapkan tingginya kadar rantai bebas ini bisa menjadi penanda peradangan yang berhubungan dengan penyakit jantung, masalah kesehatan lain, atau kerusakan dari sistem kekebalan tubuh.

Meski begitu tes darah ini belum dibandingkan dengan tes lain yang bisa digunakan untuk mengukur fungsi sistem kekebalan tubuh atau tanda peradangan seperti tes C-reactive protein, sehingga tidak diketahui mana yang lebih efektif dalam menentukan risiko kematian dini.

Sumber